SISYA HINDU HENDAKNYA “MENGHORMATI GURU DARI AGAMA LAIN”

Yayasan Ekadanta Bali Dwipa—24/11/2023 | Heri Dianandika, salah satu anak muda asal Desa Gadungsari, Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan yang saat ini menjadi Ketua Aliansi Pemuda Hindu Bali (APHB Tabanan) saat ditemui di Sekretariat APHB Kabupaten Tabanan mengungkapkan bahwa dalam dunia pendidikan keagamaan menghormati sistem pendidikan yang berdasarkan pada konsep keagamaan yang berbeda tentu wajib hukumnya.

Kita harus secara bersama-sama menyadari dan mempercayai bahwa setiap agama yang berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa tentu memiliki nilai-nilai universal dalam setiap kitab suci yang menjadi sumber ajaran masing-masing agama. Demikian pula dengan Hindu Dharma, sebagai sebuah agama yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa tentu kaya dengan nilai-nilai ajaran yang universal, terlebih keuniversalannya dalam dunia pendidikan.

Terutama bagaimana pandangan Hindu Dharma terhadap sikap sisya Hindu dalam menghormati guru-guru dari agama lain. Heri Dianandika yang lahir di Bumi Mekepung Bali Barat ini mengutip salah satu kitab suci hukum Hindu Manavadharmasastra, II.206;

“Demikian juga hendaknya tingkah lakunya kepada guru-guru lain dibidang ilmu pengetahuan, [seorang sisya] harus hormat kepada semua orang yang bisa memberikan nasehat yang baik”

Jika mengacu pada hakekat seorang guru, semua guru dalam setiap agama yang ada di dunia ini tentu menginginkan seluruh sisyanya hidup dalam kedamaian. Jika semua guru di setiap agama memiliki tujuan demikian, maka semua guru dalam agama yang berbeda-beda sejatinya memiliki tujuan yang sama.

Setidaknya, alasan inilah yang dapat dijadikan landasan setiap umat beragama untuk menghormati keberadaan guru dalam agama lain. Demikian pula patut menjadi perhatian bagi sisya-sisya Hindu. Di dalam pandangan pendidikan Hindu, Sisya-sisya Hindu tidak dibenarkan untuk tidak menghormati keberadaan guru lain selain guru-guru yang sering mengajarnya saja.

Sisya Hindu harus memahami bahwa proses belajar tidak semata-mata dibatasi oleh satu atau dua guru saja. Ilmu pengetahuan bersifat tidak terbatas. Ilmu pengetahuan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, termasuk di dalamnya tidak dibatasi oleh siapa dan darimana asal seorang guru.

Di dalam konteks ini, urusan perbedaan suku, golongan maupun agama bukanlah urusan seorang sisya. Karena, di dalam konteks yang lebih luas, seorang sisya yang belajar dengan guru dari agama lain selain dapat menambah ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dari agama lain, juga dapat mendidik seorang sisya dalam hal penghargaan terhadap keragaman agama, ungkap Heri yang bernama lengkap I Putu Heri Dianandika, S.Pd.H.,M.Pd.

Setidaknya, kelak sisya-sisya Hindu tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mengadu domba atas nama agama. Sisya yang menghargai agama lain juga dapat memperkaya hati dalam persaudaraan sejati antar umat beragama. Namun ada Hal yang perlu digarisbawahi, dalam proses belajar kepada seorang guru, seorang sisya Hindu juga mesti menggunakan kebijaksanaan dalam mencerna ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh seorang guru dari agama lain.

Di dalam konteks prisnsip, tidak semua hal yang disampaikan oleh guru tersebut patut diterima. Artinya, sisya hanya dapat menerima ilmu pengetahuan yang tetap mengacu pada prinsip-prinsip ajaran Veda. Jika ajarannya memang memberikan pencerahan yang menyebabkan diri kita dapat memiliki wawasan universal seperti yang diajarkan di dalam Veda, maka guru itu patut dihormati dalam statusnya sebagai seorang guru, karena menghormati guru yang demikian sama saja dengan menghormati guru dari agama sendiri.

Namun, jika guru tersebut mengajarkan hal-hal yang bersifat diskriminasi, intolenransi atau pelecehan terhadap agama lain termasuk agama Hindu, sudah selayaknya seorang sisya Hindu tidak patut mendengar apalagi menyentuh kakinya, karena hal itu sama saja dengan melecehkan ajaran Veda yang penuh welas asih.

Seorang guru yang menistakan realitas keragaman sebagai sebuah hukum alam, yang merupakan bagian dari Keesaan Tuhan, dia bukanlah guru, melainkan seorang penjahat dalam arti yang sesungguhnya. Demikian pula, seorang sisya yang menghormati dan meneladani ajaran dari seorang penjahat sebagai guru, dia bukanlah sisya, tetapi calon penjahat. Tegas I Putu Heri Dianandika, S.Pd.H.,M.Pd yang juga salah satu anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Tabanan.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *